Pagi masih hitam. Riuh kokok pejantan memaksa malam melepas tangannya bersedekap. Berebut menggaduh debu yg lindap terguyur hujan semalam. Dingin dan lembap. Menghitung altokumulus hingga pada bongkahan yg disapa kebisuan pelan-pelan. Kupetik satu yang paling besar mengantonginya di saku baju. Serat-seratnya larut krn panas kuku tubuhq. Resap sampai dingin menyumsum jiwa tenang seharian. Matahari hidup, rizki dilepas, liar bertualang. Kau titip doa pada urat punggung tanganq. Sendu matamu menembung harga diri kelelakianq. Kudapati syahdu doa menghangat di sudut matamu. Lesap di bibirku. Terik di atas kepala membunuh setengah usia. Mengeruk liar petualangan rizki hingga jauh membawa diri. Gadisku rindu di depan pintu, anak kecil bersenda-senda, menumpuk batu dan menjatuhkannya lagi. Sungguh tak terperikan sebongkah rasa yang entah makin membesar. Pikir nelangsa mengingat titipan doa. Cepat kembalikan hati beranjak menemui keharusan diri. Hidup tak pernah lebih man...
Debu Gersang Padang Ilalang Tersirami Aroma Manis Hujan